Imam Malik adalah imam kedua dari imam empat dalam islam dari segi umur beliau lahir 13 tahun sesudah Abu Hanifah.[1] Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Malik Ibn Anas Ibn Malik Ibn Abi Amir Ibn Amir bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al-Asbahi al-Humairi. Beliau merupakan imam dar Al-Hijrah. Nenek moyang mereka berasal dari Bani Tamim bin Murrah dari suku Quraisy. Malik adalah saudara Utsman bin Ubaidillah At-Taimi, saudara Thalhah bin Ubaidillah.2 Beliau lahir diMadinah tahun 93 H, beliau berasal dari keturunan bangsa Himyar, jajahan Negeri Yaman.[2] Ayah Imam Malik adalah Anas Ibn Malik Ibn Abi Amir Ibn Abi Al-Haris Ibn Sa’ad Ibn Auf Ibn Ady Ibn Malik Ibn Jazid.[3] Ibunya bernama Siti Aliyah binti Syuraik Ibn Abdul Rahman Ibn Syuraik Al-Azdiyah. Ada riwayat yang mengatakan bahwa Imam Malik berada dalam kandungan ibunya selama 2 tahun ada pula yang mengatakan sampai 3 tahun.[4]
Imam Malik Ibn Anas dilahirkan saat menjelang periode sahabat Nabi SAW di Madinah. Beliau lahir pada masa Bani Umayyah tepat pada pemerintahan Al- walid Abdul Malik ( setelah Umar ibn Abdul Aziz) dan meninggal pada zaman Bani Abbas, tepatnya pada zaman pemerintahan Al-Rasyud (179 H).[5]
Imam Malik adalah imam pendiri madzhab kedua dalam serangkaian madzhab empat. Imam Malik dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H (717 M) dan menuntut ilmu kepada ulama-ulama di sana. Beliau dilahirkan 13 tahun setelah kelahiran Imam Abu Hanifah.. Orang pertama yang menjadi gurunya ialah Abdurrahman bin Hurmuz, beliau tinggal bersamanya dalam waktu tujuh tahun tanpa diselingi dengan yang lainnya. Beliau kemudian belajar hadits dari Nafi Mawla Ibnu Umar dan Ibnu Syihab az-Zuhri. Sedangkan gurunya dalam bidang fiqih adalah Rabi‟ah bin Abdurrahman yang dikenal dengan Rabi‟ah ar-Ra‟yu. Selain itu, beliau juga berguru kepada Ja‟far bin Muhammad al-Baqir, Abdurrahman bin Zakuan, Yahya bin Said al-Anshari, Abu Hazim Salmah bin Dinar, Muhammad bin al-Munkadir, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Sejak kecil Imam Malik sudah hafal al-Qur‟an dan hadits-hadits Rasulullah. Ingatan beliau sangat kuat dan apabila beliau mendengar hadits-hadits dari para gurunya terus dikumpulkan dengan bilangan hadits yang pernah beliau pelajari. Orang-orang yang terdekat dengan beliau; para guru, sahabat dan orang-orang setelahnya, sepakat mengatakan bahwa beliau adalah tokoh dalam bidang hadits, terpercaya dengan kebenaran riwayatnya. Imam Bukhari berkata, “Sanad[1]sanad terbaik adalah sanad Imam Malik dari Nafi dari Ibnu Umar; kemudian Malik dari az-Zuhri dari Salim, dari bapaknya; kemudian Malik dari Abu az-Zinad dari al-A‟raj dari Abi Hurairah” (As-Sayis, 2003: 146).
Adapun yang belajar fiqih kepadanya juga banyak, diantaranya Ibnu al-Qasim, Ibnu Wahab, Asyhab dan ulama lainnya. Apabila beliau ditanya tentang persoalan yang berkaitan dengan ilmu fiqih, beliau terus keluar dari biliknya dan memberi fatwa-fatwa dan jawaban-jawaban kepada mereka yang bertanya. Sedangkan ketika pertanyaan itu berkaitan dengan hadits, beliau tidak langsung keluar tetapi, durrohman Kasdi 318 Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam mandi dulu dan memakai pakaian yang bersih serta wangi[1]wangian dan memakai sorban. Hal ini semata-mata untuk menghormati dan membesarkan hadits Rasulullah.
A. Pendidikan Imam malik
Sejak masa kanak-kanak Imam Malik sudah terkenal sebagai ulam dan guru dalam pengajaran islam. Kakeknya yang senama dengannya, merupakan ulama hadts yang terkenal dan dipandang sebagai perawi hadts yang hidup samapi Imam Malik berusis 10 tahun. Dan pada saat itupun Imam Malik sudah mulai ersekolah, dan hingga dewasa belaiu terus menuntut ilmu.
Beliau mempelajari bermacam-macam bidang ilmu pengetahuan seperti ilmu Hadts, Al-Rad al-Ahlil Ahwa Fatwa, fatwa dari para sahabat-sahabta dan ilmu fiqih ahli ra’yu (fikir).14 Selain itu sejak kecil belaiau juga telah hafal al-qur’an. Beliau melakukan adanya dorongan dari ibundanya agar semanggat dan giat menunutut ilmu.
B. Guru-Guru Imam Malik
Dalam kitab “Tahdzibul Asma wa Lughat” mengatakan bahwa Imam Malik pernah belajar kepada 900 syeikh, 300 diantaranya dari golongan tabi’in dan 600 lagi dari golongan tabi’it tabi’in.[6]
Guru-guru Imam Malik adalah Orang-orang yang dia pilih, dan pilihan imam didasarkan kepada ketaatannya beragama, ilmu fikihnya, cara meriwayatkan hadts, syarat-syarat meriwayatkan dan mereka adalah orang-orang yang bisa dipercaya.
Diantara guru-gurunya yang terkenal diantaranya:
1. Abu Radih Nafi Bin Abd Al-Rahaman
Dalam bidang al-Qur’an, imam malik belajar membaca dan menghafal al-Qur’an dengan sesuai prinsip ilmu tajwid yang masih baku dari ulama’ terkenal, ialah abu Abu Radih Nafi Bin Abd Al-Rahaman yang sangat terkenal dalam bidang ini hingga masa sekarang.[7]
2. Nafi’
Merupakan ulama’ terbesar pada zaman imam malik Nafi’ mempelajari ini dari gurunya yang mashur ( Abdullah ibn Umar) karena Nafi” pada mulanya adalah seorang budak yang dimerdekakannya setelah 30 tahun melayaninya. Orang yang mengetahui kedudukan Abdullah ibn Umar dalam khasanah hadts niscaya akan memahami betapa beruntungnya Nafi’ dapat belajar dari tokoh yang sedemikian besar.[8]
3. Rabiah bin Abdul Rahman (Rabiah al-Ray)
Imam malik berguru pada saat masih kecil. Imam Malik mendenggarkan hadis-hadis nabi dari Rabiah bin Abdul Rahman (Rabiah al-Ray). Beliau merupakan guru Imam Malik bidang hokum islam.[9]
4. Muhammad bin yahya al-Anshari
Belaiu merupakan guru Imam Malik yang lain. Termasuk juga kedalam kelompok tabi’in dia biasa mengajar di masjid Nabawi Madinah. Sedangkan guru-guru belaiau yang lain adalah ja’far ash-Shadiq, Abu Hazim Salmah bin Nidar, Hisyam bin Urwah, Yahya bin Sa’id dan lain-lain.
[1] Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi 4 Imam Madzhab, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1993), cet, II, h. 71
[2] Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, ( Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), Cet. I, h.260
[3] Huzaemah Thido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, ( Jakarta; Logos, 1997), cet. I, h. 103
[4] Huzaemah Tahido Yanggo, loc. Cit.
[5] 7 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: Rosdakaarya, 2000), cet. II, h. 79
[6] Jaih Mubarok L. Doi, inilah Syariah Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), cet. I, h. 137
[7] Abdurrahman L. Doi, Inilah Syariat Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), Cet. I, h. 137
[8] Ibid
[9] Jaih Mubarok, Loc. Cit
Komentar