Sistem hukum yang ideal seharusnya mampu melayani rasa keadilan masyarakat. Namun, kenyataan di lapangan sering menunjukkan bahwa hukum justru terasa jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, terutama bagi masyarakat kecil. Dalam konteks ini, pendekatan hukum progresif hadir sebagai solusi yang mengutamakan keadilan substantif, bukan sekadar kepatuhan terhadap teks undang-undang. Salah satu kasus paling terkenal yang merefleksikan pentingnya pendekatan ini adalah kasus Nenek Minah pada tahun 2009.
Kronologi Kasus
Minah, seorang nenek berusia 55 tahun dari Banyumas, Jawa Tengah, diadili karena mencuri tiga buah kakao dari lahan milik PT Rumpun Sari Antan. Ia mengambil kakao tersebut untuk dikonsumsi sendiri. Meski jumlah dan nilainya sangat kecil, Minah tetap diproses secara hukum berdasarkan Pasal 362 KUHP tentang pencurian yang berbunyi "Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.".
Proses hukum yang dialami Minah menuai kritik luas dari masyarakat dan akademisi hukum. Banyak yang menilai bahwa tindakan aparat penegak hukum terlalu kaku dan tidak memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan. Muncullah dorongan agar pendekatan hukum yang lebih manusiawi dan kontekstual diterapkan—yakni hukum progresif.
Pengertian Hukum Progresif
Hukum progresif adalah pendekatan terhadap hukum yang menempatkan kepentingan manusia dan keadilan sosial sebagai inti dari praktik hukum. Hukum ini tidak bersifat stagnan atau tertutup, tetapi terbuka terhadap perubahan sosial dan realitas kehidupan masyarakat.
Prof. Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa "hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum." Dengan prinsip ini, hukum progresif menolak pandangan yang terlalu legalistik, yang hanya terpaku pada teks undang-undang tanpa memperhatikan konteks sosial.
Dalam praktiknya, hukum progresif mendorong aparat penegak hukum untuk membuat terobosan ketika hukum positif tidak mampu memberikan keadilan. Misalnya, seorang hakim progresif dapat mengeluarkan putusan yang tidak biasa atau belum memiliki dasar hukum eksplisit, selama itu mampu memberikan keadilan yang lebih baik.
Penerapan Hukum Progresif dalam Kasus Nenek Minah
Dalam kasus Nenek Minah, pendekatan hukum progresif terlihat dari cara hakim menjatuhkan putusan. Meskipun Minah secara hukum terbukti melakukan pencurian, hakim tidak menjatuhkan hukuman penjara. Putusan ini mempertimbangkan faktor-faktor kemanusiaan, seperti usia Minah, kondisi ekonomi, dan besarnya kerugian yang sangat kecil. Putusan ini mencerminkan keberpihakan pada keadilan substantif dan nilai-nilai sosial masyarakat.
Kasus ini menjadi simbol kemenangan akal sehat dan hati nurani dalam penegakan hukum. Ia menunjukkan bahwa hukum bisa bersifat lentur dan manusiawi, terutama ketika menyangkut nasib rakyat kecil yang kerap menjadi korban ketidakadilan struktural.
Kesimpulan
Kasus Nenek Minah adalah pengingat bahwa hukum harus berfungsi untuk manusia, bukan sebaliknya. Pendekatan hukum progresif menjadi penting dalam membangun sistem hukum yang adil, manusiawi, dan relevan dengan kenyataan sosial. Jika hukum dipaksa berjalan tanpa nurani, maka keadilan hanya akan menjadi ilusi bagi rakyat kecil. ( dibuat Oleh Muhammad Mustafid Hamdi)
Komentar